Kisah Pilu Pemecah Batu, Demi  Nafkahi Keluarga

(Juwito, lelaki berprofesi sebagai pemecah batu.Foto: Red)

Natuna, MetroIndonesia.co.id
Juwito 31 tahun terlihat duduk, disebuah gundukan batu  bekas galian, Jumat pagi 23/07/2021.

Lelaki keturunan Jawa ini, sesekali menghela nafas, saat terik matahari mulai menyengat tubuhnya. Juwito terlihat sendirian, ia menyekat keringat yang sedang bercucuran. Tubuhnya yang kurus terlihat jelas karena tidak memakai baju.Warna kulitnya juga hitam pekat.

Meski usia tergolong muda, namun wajahnya telihat tua. Maklum saja, Juwito hidup sendirian di Natuna. Anak istrinya berada di Jawa.

“Sejak tamat paket B, dirinya tidak punya keahlian lain, selain memecah batu. Pekerjaan ini, telah dia geluti, sejak tahun 2009 lalu,”ucap Juwito memulai perbincangan.

Sebelum merantau ke Natuna, Ia pernah bekerja di Provinsi Jambi sebagai penjaga sapi dan pengambil buah sawit pada tahun 2005 lalu. Namun pekerjaan itu ia tinggalkan  dan beralih  menjadi pemecah batu, pada tahun 2009.

Berkat ajakan teman, dirinya hijrah ke Natuna tahun 2010, untuk mengadu nasib. Karena tidak ada skill lain, terpaksa kembali menjadi pemecah batu.

“Alhamdulillah selama menjadi pemecah batu di Natuna, dirinya bisa menafkahi anak istri, apalagi pemilik batu, orangnya baik, ngak banyak neko- neko,” ucap Juwito.

Batu ini, milik Iyan, adek almarhum Imalko, mantan Wabup Natuna.
Kita disuruh kerja saja. Soal upah belakangan, kalau sama dia (Iyan- Red) ngak susah runding.

Juwito mengakui jika badannya fit, dalam 1 hari, mampu menghasilkan 4 kubik batu pundasi, tetapi harus bekerja siang malam. Malam kita bakar, pagi kita mulai pecah’.

Untuk lokasinya, tergantung permintaan pemilik lahan, namun paling sering, di limau Manis. Soal harga  itu urusan pemilik. Pastinya jika batu laku, maka gaji juga lancar.

Dia mengatakan penghasilan memecah batu cukup menggiurkan.Iabmampu menghasilkan uang antara Rp 4 – 5 juta perbulan. Memang tidak sebanding dengan beratnya pekerjaan. Tetapi apa boleh buat hanya itu yang dapat ia kerjakan.

Saat ini dirinya tinggal di limau manis, tepatnya dibawah kaki gunung, yang banyak batunya. Alasannya tinggal jauh disana, karena dekat dengan pekerjaan .
Kalau sekarang, karena diminta  bekerja disini. Kunci kepercayaan itu adalah  jujur, sehingga kita dapat dipercaya sama orang.

Ditambahkannya, istri memang tidak pernah mau diajak ke Natuna, makanya KTPnya, masih dari Jawa Timur. Karena  kita tidak pernah lama  disini. Sekali 4-6 bulan pasti pulang.

Juwito mengakui, jika dirinya maupun keluarga belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Dia bahkan menyadari tidak selamanya mampu bekerja keras sebagai pemecah batu. “Jika modal sudah cukup, rencananya jadi petani sayur saja dikampung, agar bisa berkumpul dengan anak istri,” ucapnya.

“Juwito berpesan, masih banyak peluang untuk mencari nafkah di Natuna, yang penting  tidak malas,” tutupnya.(***Red)

Recommended For You

Avatar

About the Author: metro indonesia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *